Senin, 16 Februari 2015

Cinta ku berawal dari pulpen

Photo by : Risa

Klotak! Pulpen Rahma jatuh ke lantai. Rahma mau mengambilnya tapi itu terlalu jauh, karena terhalang oleh tempat duduk permanen. Tiba-tiba seorang lelaki memungutnya lalu memberikannya pada Rahma. "Makasih." Rahma mengucapkan terima kasih dengan sedikit senyum. Laki-laki itupun membalas dengan senyuman manisnya. "Siapa ya dia? Kayaknya baru liat." Gumam Rahma dalam hati.

Hari berlalu dengan cepat, kemah yang diadakan di sekolah selama 3 hari 2 malam itupun selesai. Rahma pulang dengan muka yang sedikit gosong. "Rahma, muka kamu kok jadi gelap banget si? Kepanasan yah?" Sapa Hansyah kepada Rahma. "Masa sih?" jawab Rahma tak percaya. "Ia kamu pulang ke rumah terus ngaca deh." ledek Hansyah. Rahma melanjutkan perjalanannya keluar sekolah. Rahma tidak dijemput oleh orang tuanya karena orang tuanya sibuk. Rahma pun pulang bersama dengan teman-temannya menggunakan bus. Bawaan yang banyak dan cukup berat membuat Rahma kewalahan, belum lagi setelah dia turun dari bus, dia harus berjalan sekitar 10 menit untuk sampai ke rumah nya. Rumah Rahma berada di tengah dan masuk gang yang jauh dari jalan raya.

Sesampainya di rumah dia langsung mandi membersihkan badannya. Kemudian ia bercermin, ternyata mukanya memang gosong, lebih coklat dari warna aslinya. Rahma berbaring di kasurnya, dia memikirkan laki-laki yang mengambilkan pulpen miliknya. Dia membayangkan hal saat pulpennya terjatuh, dia mengingat betul wajah tampan itu. Rasa penasaran pun muncul.

Hari ini adalah hari senin, hari dimana semua orang mengawali kegiatannya. Rahma harus masuk sekolah. "Ah cepat sekali sudah hari senin, aku malas kalau ketemu hari senin, kenapa gak langsung selasa aja sih!" Celoteh Rahma sambil memakai sepatu. "Mah, Rahma berangkat dulu ya.. Assalamu'alaikum" pamit Rahma tanpa bersalaman dengan ibunya. "Ia.. Wa'alaikumsalam, hati-hati nak." Ibunya yang sibuk mencuci baju menjawab dengan suara agak keras agar Rahma dapat mendengar suara ibunya.

Rahma sampai di sekolah, 15 menit lagi upacara bendera. "Ke kelas Devi dulu ah." Rahma ke kelas Devi, kelas X E yang berada di depan kelas X F. Rahma mendapat kelas X G. Kelas terakhir dan kelas paling pojok dekat dengan kamar mandi. "Devi mana ya? Kok gak ada sih?" Rahma berbicara pada dirinya sendiri. Ah balik ke kelas aja lah... Siap-siap mau upacara. Rahma pun kembali ke kelasnya dan dia melihat teman sebangkunya Wati yang sudah duduk menunggunya. "Dari mana aja kamu ma? aku cariin tasnya ada tapi orangnya ngilang." Tanya wati yang cukup lega melihat Rahma. "Dari kelasnya si Devi tapi Devinya gak ada." "Udah yuk siap-siap ke halaman sekolah mau upacara nih." Ajak Wati." "Ia.." Jawab Rahma singkat.

Upacara pun selesai, semua murid sudah masuk dalam kelas. Rahma dan Wati mengeluarkan buku pelajaran Bahasa Indonesia. Pak Ishak datang, semua murid berdoa dan memberi salam. Tok.. tok.. tok.. Didi masuk lalu meminta maaf kepada pak Ishak karena setelah upacara dia bergegas ke kamar mandi. Pak Ishak tampak tidak marah, tapi entah apa yang mereka bicarakan sampai pak Ishak menggertak Didi dengan sangat keras. Pak Ishak meminta kami semua untuk lari mengelilingi halaman sekolah sebanyak 10 kali. "Aduuh kenapa nih, kok jadi kita kena imbasnya?" protes Rahma. Pak Ishak kembali menggertak "ayo! semua lari keliling halaman 10 kali!" Sontak semua anak kelas X G langsung menuju halaman sekolah yang lumayan jauh dari kelas. "Baru selesai upacara panas, terus di suruh lari muterin lapangan 10 kali, itu rasanya nikmat banget." Kata Rahma sambil manyun. Di tengah lapangan tampak ada anak kelas lain yang tengah berolah raga menyaksikan kami semua berlari mengelilingi halaman sekolah. "Aku berlari pelan sambil mengengok anak kelas lain yang sedang berolahraga. Aku melihatnya, yaaa.. itu dia! anak itu!" Tanpa sengaja Rahma melihat sosok laki-laki yang menolongnya mengambilkan pulpen miliknya yang terjatuh. Sambil berlari Rahma menanyakan kepada Wati "itu anak kelas berapa ya wat?" Tanpa curiga Wati menjawab pertanyaan Rahma "itu kelas X B ma, kenapa?" "Gak papa nanya aja, kok kamu tau Wat?" "Ia laaah.. disitu ada temen ku tuh namanya Anjar." "Mana Wat? cakep gak?" tanya rahma penasaran sambil napasnya terengah-engah karena berlari. "Gak biasa aja! Udah ah jangan ngobrol terus nanti dimarahin pak guru!" jawab wati. Bibir rahma manyun karena jawaban wati tak memberinya petunjuk.

Setelah berlari selama 10 putaran kami langsung masuk ke kelas. Ternyata pak guru marah kepada Didi karena baju yang dikenakan tidak rapi. Bajunya di keluarkan , tidak memakai ikat pinggang dan datang terlambat. Didi yang berulah satu kelas yang kena. Hari itu pak Ishak benar-benar marah, tidak biasanya pak Ishak sekasar itu pada murid-murid.

Rahma kembali memikirkan laki-laki tampan itu. "Oh dia kelas X B, berarti satu angkatan dan dia olahraga di hari senin." Rahma cukup senang karena sudah di hukum pak guru. Rahma tersenyum tipis. Hari berlalu dengan begitu cepat. Hari Rabu jam pertama adalah jadwalnya olahraga untuk kelas XG. Rahma berangkat ke sekolah mengenakan pakaian olahraga. Dia senang pelajaran olahraga karena agak bebas, walaupun sama-sama mendapat materi pelajaran tapi setidaknya itu tidak menguras otak dan berada di luar ruangan.

Saat melakukan pemanasan, Rahma melihat laki-laki tampan itu lagi. Dia dan teman-teman satu kelasnya menuju ruang laboratorium. "Dia lagi? Waaah senangnya bisa melihatnya." gumam Rahma dalam hati sambil memperhatikan laki-laki tampan itu.

1 tahun berlalu...

Setelah kenaikan kelas Rahma masuk kelas IPA, sedang Wati masuk kelas IPS. Rahma bingung, harus duduk dengan siapa karena di kelas barunya dia tak banyak mengenal anak-anak yang lain. Dari anak kelas XG hanya 10 orang yang masuk jurusan IPA, itupun harus dibagi menjadi 2. Lima anak untuk kelas IPA 1 dan lima anak lainnya untuk kelas IPA 2. Hari pertama masuk sekolah, Rahma terlambat datang dan dia harus menerima kalau dia mendapat bangku di belakang bersama Vina dari kelas XD.

Pak Bahrun adalah wali kelas IPA 1. Beliau memberikan bimbingan dan pengarahan dan mengajak siswanya untuk berkenalan. Pak Bahrun memanggil nama-nama muridnya satu persatu. Rahma dikejutkan dengan sosok yang ia kenal, anak itu menghadap ke belakang, berbicara dengan teman di belakangnya. "Laki-laki tampan itu. Dia bersama ku, satu kelas dengan ku! Aku tak percaya ini!" Raut wajah Rahma berubah menjadi semangat merona.

"Rahma Putri Tunggal!" Pak Bahrun memanggil Rahma, "Ia pak." jawab Rahma sambil mengangkat tangan kanannya. Laki-laki itu menengok ke belakang menatap Rahma lalu memberikan senyum manisnya. Rahma tersipu malu, tak mau ge-er, Rahma mengalihkan tatapan matanya ke Pak Bahrun. "Kamu anak satu-satunya?" Tanya pak Bahrun. "Ia pak." "bapak mu dimana?" "di kantor pak, lagi kerja." "Ibumu?" "Ibu saya di rumah." "Kamu punya adik?" "enggak pak.." "Bapak heran kok kamu di kasih nama Putri Tunggal? Bapak sama Ibumu enggak mau punya anak lagi?" Hahaha...Semua murid tertawa.. Rahma tersipu malu, dia hanya menjawab "mungkin pak". Laki-laki tampan itu menengok ke belakang, kini Rahma membalas tatapannya. "Susi Susanti." "ada pak!" Pak Bahrun kembali mengabsen, "Taufik Hidayat" "hadir pak" "Ini kelas bulutangkis apa ya? kok ada susi susanti sama taufik hidayat?" "hahaha.." laki-laki tampan itu bernama taufik hidayat, dia baru saja mengacungkan tangan kanannya. "Taufik.. Taufik, tofik, topik, opik." Rahma menyebut nama laki-laki itu berkali-kali kemudian tertawa... "hahaha..." "Eh kamu ketawanya telat." Ejek pak Bahrun kepada Rahma yang tertawa sendiri.

Rahma agak kesal, belum apa-apa teman sebangkunya sudah mengajaknya ngobrol. . "Haduuuh.. apes banget gue dapet temen kayak gini yang super cerewet yang hobinya dandan, ngaca, ngomongin orang sama ngomongin cowok. Rahma ingin pindah tempat duduk, dia ingin duduk di depan dengan orang yang waras tentunya.

Gimana enggak sebel, baru mulai pelajaran Vina udah nyrocos kayak mau kampanye. Sebelnya lagi dia ngomongin Tofik lagi, katanya Taufik cakep. Rahma enggak nggubris omongan si Vina dia cuek aja, tapi si Vina marah karna dia ngomong tapi gak di dengerin sama Rahma. "Biarin aja lah dia marah, yang penting dia diem." batin Rahma.

Setelah lumayan akrab dengan teman cewek satu kelasnya, ternyata Rahma memiliki banyak saingan. hampir teman cewek satu kelasnya itu mengidolakan Taufik. Rahma memilih mundur ketimbang bersaing dengan teman cewek satu kelasnya yang rata-rata kayak princess itu. Gimana enggak? Vina, Anggun, Nayla, Preti, Tasya, Putri, Mila semua adalah cewek modis, gaul, tajir, dan cantik-cantik tentunya. Udah dilihat dari penampilan  jelas Rahma kalah jauh.

Gosip yang lagi anget itu sekarang, Taufik lagi deket sama Tasya. Palah digosipin jadian. Emang sih, di kelas mereka gak menampakkan kaya orang pacaran tapi di luar, gak tau deh. Rahma tetap menyimpan Taufik dalam hatinya dan enggak ada yang tau kalau Rahma suka sama Taufik sampe kelas tiga. Rahma bersikap biasa pada Taufik, tidak menunjukkan perasaan apapun padanya.

Hingga hari kelulusan, Rahma benar-benar merasa tidak akan pernah bisa melihat Taufik lagi. Tapi apa daya, apa yang harus dia lakukan? Bahkan meminta foto bersama pun Rahma enggan. Rahma melanjutkan sekolahnya di sebuah Universitas di Jogja sedang Taufik kuliah di Surabaya. Sungguh jarak yang sangat jauh. Mereka berteman di sosial media, Rahma ingin sekali menegur Tofik, tapi pikiran jeleknya selalu menang sehingga Rahma tak pernah sekalipun menegur tofik.

Suatu hari Rahma membuka akun facebooknya, Tofik mengupload foto bersama teman perempuannya. Kelihatan mesra sekali, Rahma membaca komentar beberapa teman tofik, gadis cantik yang berkulit putih adalah kekasihnya. Rahma hanya tersenyum dan menghela nafas panjang. Tak ada rasa sakit hati atau iri, "mungkinkah cintaku telah hilang..." ucap Rahma lirih. Rahma adalah gadis yang pendiam, tidak banyak bergaul, suka kesendirian, dia punya banyak teman tetapi tidak untuk teman dekat. Tercatat hanya 2 teman dekatnya di sekolah saat SMA yaitu teman sebangkunya, saat kelas 1 dengan Wati, kelas 2 dan 3 dengan Vina yang cerewet dan juga hobi dandan itu. Rahma tidak bisa melepaskan dirinya dari Vina karena Vina selalu menguntit kemanapun Rahma pergi.

4 tahun berlalu..

Setelah sibuk dengan skripsinya dan sidang pada hari Rabu, Rahma lulus menjadi Sarjana Sains. Kini dia sedang di sibukkan dengan acara mengajarnya di sekolah mengenah kota kelahirannya, Bumiayu. Tak sengaja Rahma bertemu dengan Taufik, Taufik ternyata melamar kerja di sekolah tempat Rahma mengajar SMA Negeri 1 Bumiayu. Mereka lebih memilih mengajar di kampung halaman tercinta ketimbang bekerja diluar kota yang gajinya tinggi. Walaupun pekerjaan sebagai guru juga bisa dipindah tugaskan di luar daerah. Rahma mengajar kelas 2 IPA dan Taufik sebagai guru olahraga untuk kelas semua kelas 2.

Mereka menjadi kian dekat, sesekali mereka berangkat dan pulang bersama. Rahma jadi ingat kejadian 7 tahun lalu saat pulpennya jatuh dan taufik membantu mengambilnya. Tak ada yang tahu soal kejadian itu dan tak ada yang tahu bahwa Rahma menyukai Taufik. Rahma telah melupakan Taufik, tetapi kenapa sekarang dia harus dipertemukan dengan dengan Taufik lagi? Akankah kedekatan mereka menumbuhkan rasa yang pernah Rahma rasakan kepada Taufik?

"Bunga siapa ini bu?" tanya Rahma pada bu Yani. "itu meja siapa?" bu Yani palah balik tanya. "Ini meja Rahma bu" "Ya berarti itu punya bu Rahma." kata bu Yani tak membantu apapun. Rahma duduk dan meletakkan tasnya di atas meja. Dipegangnya setangkai mawar merah dan dibacanya sepucuk surat kecil. "Apalah arti mendung jika kau mampu menyinari dunia dengan senyum mu.." Selamat pagi. Rahma tersenyum tipis, tak ada keterangan dari siapa bunga itu. "Apakah dia...? Ah tidak tidak mungkin! Dia bersama ku tadi pagi, bagaimana mungkin kalau dia yang meletakkan mawar ini di meja ku." batin Rahma.

"Lagi..?" Rahma mendapati bunga mawar lagi di mejanya. Hanya saja sekarang mawar putih sedang kemarin mawar merah. Rahma membaca tulisannya "Kecerahan pagi ini tak mengalahkan kecerahan wajah mu Rahma.." Selamat pagi. Kali ini si pengirim menyebutkan nama Rahma, jadi memang benar bunga itu untuknya.

"Dapet bunga lagi tuh bu Rahma" Rahma yang baru sampai gerbang sekolah dikejutkan dengan perkataan bu Yani. "Eh bu Yani, mau kemana?" tanya Rahma "mau ke mini market seberang sebentar" jawab bu Yani. "Oh hati-hati bu." bu yani hanya tersenyum dan mengangguk. "kamu dapet bunga?" tanya Taufik kepada Rahma. "Gak tau" "Loh tadi kata bu Yani kamu dapet bunga?" "ia gak tau kan belum ke ruang guru." "kemarin juga dapet bunga?" ucap tofik. "kok tau?" tanya rahma penasaran. "kan tadi bu Yani bilang dapet bunga lagi, berarti kemarin juga dapet dong?" jawab tofik menjelaskan. "ia klo bener udah 3 hari ini." "siapa yang ngirim?" tanya tofik sambil memandang wajah Rahma. "Gak tau dari siapa, gak ada nama pengirimnya."

Rahma duduk di kursinya, dibacanya kata-kata "Indahnya dunia ini akan terasa lengkap jika dilengkapi dengan memiliki mu." Selamat pagi. Rahma agak ketakutan membaca tulisan itu, tadinya dia berpikir kalau itu Taufik, tapi selama ini dia selalu berangkat ke sekolah bersama dengan tofik, jadi tidak mungkin jika tofik yang mengiriminya bunga.

Selama 6 hari Rahma dikirimi bunga yang berbeda setiap pagi dari orang yang tak dikenalnya. Selalu bunga mawar tetapi selalu selang seling, jika hari ini mawar merah, besoknya mawar putih, kemudian mawar merah lagi begitu seterusnya. Belum lagi kata-kata yang membuatnya jijik, tetapi kadang membuatnya terbang melayang.

Ini adalah hari minggu, Rahma berpikir tak akan ada yang mengiriminya bunga di hari minggu karena dia libur sekolah. Hari ini juga Rahma membuat janji dengan Taufik akan berekreasi bersama. Dari pagi hingga sore Rahma menghabiskan waktunya dengan Taufik, mereka tidak pergi berdua tetapi dengan adik masing - masing. Rahma dengan adik sepupunya yang kebetulan berteman dengan adik kandung Taufik. Adik sepupu Rahma yang bernama Salma adalah sahabat Ayu Dinda adik Taufik.

Saat hendak makan siang mereka makan di sebuah restoran, Taufik sempat berbicara kepada Rahma bahwa dia ingin memiliki seorang istri dan membentuk sebuah keluarga. Hal itu membuat Rahma kaget, laki-laki yang disukainya itu telah jatuh cinta kepada seorang gadis. Itu yang dipikirkan Rahma. "Ya udah, kamu nikah aja, udah ada calonnya belum?" tanya rahma. "Udah.." Ternyata benar apa yang dipikirkan Rahma, Taufik sudah mempunyai kekasih hati. "tapi gak tau cewek itu mau apa enggak sama aku.." lanjut tofik. "Loh kok belum tau?" tanya rahma. "soalnya aku belum bilang sama cewek itu." "Oooohh.. ya udah tinggal bilang aja, jadi kamu gak bingung lagi." jawab rahma memberi solusi. "Terus kamu udah mau nikah belum?' tanya tofik kepada Rahma. "Kalo aku mah nunggu jodoh dateng, hehehe..." jawab rahma sambil tertawa. "berarti kalo ada cowok yang tiba-tiba dateng ngelamar kamu, kamu mau nikah sama dia?" kata tofik. "Ya enggak langsung di terima, harus dilihat dulu orangnya seperti apa, baik enggak, ibadahnya rajin enggak?" "emang kamu pengen cowok yang kaya gimana?" Rahma hanya mengangkat pundaknya.

Hari sudah semakin sore mereka memutuskan untuk pulang ke rumah. Taufik sedang sibuk menelfon seseorang, entah siapa itu. Mereka semua kemudian pulang dengan menggunakan mobil paman tofik yang sengaja dipinjam. Tofik mengantarkan Rahma sampai kerumah dan juga Salma yang rumahnya tak jauh dari rumah Rahma. Mereka semua turun dari mobil dan berjalan kaki masuk ke gang menuju rumah Rahma. Rahma kaget karena dirumahnya nampak ada tamu dan memang ada satu mobil yang terparkir di depan gang rumahnya. "Ada tamu siapa ya?" tanya Rahma. "Mana aku tahu, kamu masuk dulu gih, aku tunggu di luar dulu." kata tofik. Rahma menuruti apa yang dikatakan tofik.

"Assalamu'alaikum.." Rahma memberikan salam dan senyumnya kepada orang-orang di rumahnya. "Wa'alaikumsalam..." jawab orang-orang itu berbarengan. "Naaah.. ini dia anaknya udah dateng." tutur sang ibu. Rahma mengerutkan alisnya. "Sini nak, duduk samping ibu" "Ada apa ini mah?" tanya Rahma bingung. "Ini loh nak, Pak Budi ingin melamar kamu untuk anak laki-lakinya, apa kamu mau? tutur ayah Rahma  "Hah?! Hal ini membuat Rahma sangat kaget. Maaf, tapi saya gak kenal Pak Budi dan anaknya." "Kata siapa kamu gak kenal dengan anak bapak?" jawab pak Budi. Rahma mengerutkan alisnya. Tiba-tiba Taufik datang, membawa kumpulan bunga mawar dan mawar putih. "Ini dia anak bapak." tutur pak Budi. Taufik tersenyum, Rahma bingung, tak tahu apa yang harus ia katakan karena ia sangat terkejut. Apakah ini mimpi? Benarkah orang-orang yang di rumahnya saat ini adalah orang tua Taufik? Bagaimana bisa? Taufik baru saja mengatakan bahwa dia ingin menikah dan membangun sebuah keluarga, tapi apakah yang dimaksudkan adalah dengan dirinya? Lalu bunga mawar itu? Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang tak tersampaikan oleh Rahma karena dia tak bisa berkata apapun.

Taufik sangat mengerti pasti Rahma sangat terkejut dan bingung. Taufik menghela napas panjang, dia mulai menjelaskan kepada Rahma bahwa yang mengiriminya bunga adalah dirinya. Dia berangkat lebih awal ke sekolah untuk menaruh bunga mawar itu di atas meja Rahma. Kemudian Taufik kembali lagi dan berangkat ke sekolah bersama Rahma agar Rahma tidak curiga bahwa dirinya yang memberi bunga. Ya taufik telah jatuh cinta kepada Rahma, gadis pendiam dan penyendiri itu. Taufik meyukai Rahma sejak masih SMA. Karena Rahma anak yang begitu pendiam, tidak banyak bergaul, sampai Taufik pun sangat sulit untuk mendekati Rahma. Taufik sudah melakukan cara dengan menjadikan Tasya sebagai pacarnya agar Rahma tampak cemburu tapi itu sia-sia, Rahma seperti tidak peka dan bersikap biasa saja. Taufik juga pernah tukeran tempat duduk dengan Bahar yang duduknya berada di depan Rahma dan Vina, tapi sayang bukan perhatian Rahma yang dia dapat melainkan celotehan Vina yang tak bermanfaat. Selama kuliah Taufik juga sempat dekat beberapa wanita cantik agar dapat melupakan Rahma, tapi itu sia-sia. Mendengar penjelasan taufik, rahma merasa terharu, ingin rasanya dia menumpahkan semua air matanya, rasa sukanya yang ia pendam sendiri ternyata dibalas oleh Taufik, yang sama-sama mereka tidak tahu bahwa mereka saling menyayangi.

"Jadi... maukah kau menjadi pendamping hidupku?" tanya tofik sambil memberikan bunga mawar merah dan putih itu. Dengan mata berkaca-kaca, Rahma tersenyum "aku tak mau.." Raut wajah taufik berubah sendu.. "aku tak mau kehilangan mu lagi..." jawab Rahma sambil menerima bunga mawar. Wajah taufik berubah senyum sumringah... "Alkhamdulillah..." Semua mengucapkan hamdalah bersama-sama. Sore itu mereka melangsungkan pertunangan. Taufik yang sebelum pulang rekreasi menelfon seseorang, dia ternyata menelfon ayahnya, untuk segera siap-siap ke rumah Rahma karena dirinya akan mengantar Rahma pulang. Taufik telah merencanakan ini sebelumnya, dia benar-benar tak ingin menghilangkan kesempatan bertemu dengan Rahma lagi. Walaupun ada pilihan untuk di tolak Rahma setidaknya Rahma mengetahui perasaan Taufik yang sebenarnya, dan dia membawa orang tuanya sebagai bukti tanda keseriusannya dengan Rahma. Malam harinya Taufik memberi tahu lokasi rumah Rahma sehingga ketika ayahnya hendak kesana beliau tidak kebingungan.

Dua bulan setelah pertunangan itu Rahma dan Taufik akhirnya menikah.
Selesai.


Kategori : Cerpen Fiksi
Oleh : Risa Rofiana
Lama Penulisan : 6 hari

Mohon tinggalkan komentar di bawah. Terima kasih.






0 komentar:

Posting Komentar